Dugaan Penggelapan Sertifikat,Bikin Resah Profesi Notaris

 

Matamatanews.com,BUKITTINGGI—Masih ingat kasus  Theresia Pontoh ,46 tahun yang dijebloskan  ke penjara dalam kondisi sakit atas tuduhan penggelapan sertifikat tanah dengan menggunakan Pasal 372 KUHP, pada  Oktober 2014 lalu? Kasus Theresia Pontoh pada akhirnya mencuat menjadi berita nasional karena sekitar 500 notaris/PPAT menggeruduk Istana Negara dan Mahkamah Agung (MA) mencari keadilan.

Dan kasus serupa kini tampaknya terulang kembali terhadap notaris Elfita Akhtar,SH,49 tahun, kelahiran Bukittinggi 2 November 1968, Sumatera Barat.Kasus Elfita bermula dari adanya kesepakatan jual beli terhadap aset  milik PT.Rahman Tamin (dalam likuidasi) berupa 4 bidang tanah di Kelurahan Tarok Dipo,Bukittinggi, Sumatera Barat.

“Pada tanggal 30 Januari 2014 pemegang saham  serta wakil pemegang saham,Mustafa Gani Tamin,Amar Ma’ruf,Hendarmin dan Hidayat serta tim likuidator,Mahyunis dan Akhmad Fajrin datang ke kantor Notaris Elfita Achtar di Bukittinggi dan menyerahkan 4 buah SHGB milik PT.Rahman Tamin (dalam likuidasi) untuk dilakukan proses jual beli dengan PT.Starvi Property Indonesia yang diwakili oleh Edi Yosfi sebagai direkturnya,” cerita Martry Gilang Rosadi,SH,penasehat hukum Elfita Achtar kepada matamatanews.com di kantornya.

Saat itu lanjut Martry,Mustafa Gani Tamin meminta Elfita Achtar untuk membuatkan tanda terima  penyerahan SHGB dengan syarat bila sampai tanggal 28 Pebruari 2014 tidak terjadi jual beli (transaksi),maka ke empat SHGB milik  PT.Rahman Tamin yang bernomor 134,135,136 dan 137  yang masih dalam likuidasi dikembalikan ke Mustafa Gani Tamin selaku direktur PT.Rahman Tamin sebagai pihak yang menyerahkan.

Ketika  itu Mustafa Gani Tamin berpesan pada  notaris Elfita Achtar,bahwa jual beli yang diinginkan ialah secara tunai dan as/is.Untuk memenuhi persyaratan jual beli, selaku notaris,Elfita Achtar melakukan pengecekan terhadap keempat SHGB tersebut ke Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kota Bukittinggi pada tanggal 21 Pebruari 2015.Hasilnya, BPN menyatakan bahwa kondisi tanah seperti yang tertera dalam SHGB clear and clean ,sehingga bisa sudah bisa dilakukan proses jual beli.

Gancang cerita, pada tanggal 24 Pabruari 2014, likuidator PT.Rahman Tamin yang masih berstatus likuidasi membuat Pengikatan Jual Beli dengan PT.Starvi Property Indonesia yang diwakili Edi Yosfi selaku direkturnya. Dan menurut hukum,kata Martry otomatis saat itu telah terjadi jual beli akan tetapi proses  transaksi tersebut belum selesai. Karena saat Akta Pengikatan Jual Beli dibuat dan dirancang, Elfita Achtar selaku notaris telah mengingatkan  kepada likuidator selaku wakil sah PT.Rahman Tamin bahwa Mustafa Gani Tamin menginginkan jual beli secara tunai as/is.

“Namun likuidator tetap melakukan pengikatan jual beli dengan PT.Starvi Property Indonesia dengan pembayaran secara bertahap, dengan alasan bahwa keinginan Mustafa Gani Tamin tersebut belum dapat dilaksanakan karena ada cagar budaya di atas tanah milik PT.Rahman Tamin dan AJB belum dapat dilakukan,dan atas ketidaksesuaian pelaksanaan proses jual beli seperti keinginan Mustafa Gani Tamin tersebut nantinya likuidator yang akan menjelaskan karena itu tanggung jawab likuidator selaku wakil sah PT.Rahman Tamin (likuidasi,” papar Martry Gilang Rosadi,SH dari Raya Law Firm dengan mimik serius.

Diluar dugaan ,pada tanggal 28 Pebruari 2014, kata Martry Mustafa Gani Tamin,Amar Ma’ruf,Miranda Tamin, dan Hendarmin selaku pemegang saham mendatangi Elfita Achtar .Mereka menanyakan tentang proses jual beli terhadap aset PT.Rahman Tamin (dalam likuidasi) yang di Tarok Dipo Bukittinggi,Sumatera Barat. Selaku notaris, Elfita menjelaskan bahwa telah ada pengikatan

jual beli  antara likuidator PT.Rahman Tamin (dalam likuidasi) dengan PT.Starvi Property Indonesia sebagaimana tertuang dalam Akta Pengikatan Jual Beli No.06, tertanggal 24 Pebruari 2014 yang dibuat dihadapan notaris Elfita Achtar. Pada awalnya mereka tidak setuju,tapi setelah dijelaskan kondisinya,akhirnya mereka setuju dan berpesan agar proses jual tersebut dipercepat.

“Tetapi ketika Elfita akan melanjutkan proses jual beli dengan meningkatkan PJB menjadi AJB (jual beli lunas), dilakukan lagi checking terhadap keempat SHGB tersebut, ternyata suda ada blokir dari Efri Jonli terhadap keempat SHGB tersebut yang berujung gugatan perdata di Pengadilan Jakarta Selatan yang dikenal dengan Perkara Perdata No.660/PDT.G/2014 PN Jakarta Selatan. Dan proses AJB belum dapat dilakukan sampai blokir tersebut dibuka atau dicabut,”jelas Martry lagi.

Masalah tidak berhenti sampai disitu,proses  blokir terhadap keempat SHGB ternyata terus berlanjut karena adanya blokir lanjutan dari Mustafa Gani Tamin dengan dalih adanya gugatan perggantian likuidator.

“Dan dilanjutkan dengan adanya gugatan  dari Hasti Sukarno di Pengadilan Jakarta Barat yang hingga masih dalam proses banding di Pengadilan Tinggi Jakarta. Dengan keadaan masih terblokir, sehingga proses AJB antara PT.Starvi Property Indonesia dengan PT.Rahman Tamin (dalam likuidasi) tidak dapat dilaksanakan sampai blokir terhadap SHGB dibuka. Dalam keadaan sudah adanya pengikatan jual beli antara PT.Rahman Tamin dengan PT.Starvi Property Indonesia, Elfita Achtar dalam jabatannya selaku notaris yang membuat akta pengikatan jual beli tentu harus mengakomodir dan menjaga kepentingan pihak penjual dan pembeli dengan tetap menyimpan keempat SHGB tersebut,karena masih terikat dalam PJB yang dibuatnya. Tindakan menyimpan SHGB inilah yang dijadikan alasan Mustafa Gani Tamin melaporkan Elfita Achtar sebagai notaris telah melakukan dugaan tindakan penggelapan sertifkat PT.Rahman Tamin,”.

Sebagai penasehat hukum Elfita, Achtar,SH,Marty berpendapat bahwa tindakan yang dilakukan kliennya dengan masih menyimpan SHGB tersebut karena masih terikat oleh PJB yang dibuat likuidator selaku wakil sah PT.Rahman Tamin. Tindakan itu menurut hukum sudah benar dan bukan merupakan tindak pidana.Menurut Martry,disamping kewajibannya sebagai notaris untuk tetap melanjutkan sampai pada proses jual beli (AJB) ,karena AJB itu belum pernah batal atau dibatalkan.

“hal itu merupakan kewajibannya untuk menjaga kepentingan pihak penjual dan pihak pembeli sebagaimana diamanatkan Undang-udang Jabatan Notaris, apalagi dalam hal ini pihak pembeli sudah melakukan pembayaran sebesar sepuluh miliar. seharusnya pihak kepolisian arif dalam menindaklanjuti laporan Mustafa Gani Tamin tersebut,”tegas Martry sambil memberikan sejumlah alasan.

Dikatakan olehnya, bahwa kasus ini adalah masalah perdata murni,kenapa harus dipaksakan masuk ranah pidana.Seharusnya, bila Mustafa Gani Tamin memang tidak lagi menginginkan jual beli dilanjutkan dengan PT.Starvi Properti Indonesia,lembaga yang harus ditempuh adalah melalui gugatan perdata dengan meminta pembatalan jual beli dengan PT.Starvi Property Indonesia dan memerintahkan notaris yang menyimpan SHGB tersebut untuk tunduk dan patuh agar mengembalikan SHGB tersebut pada PT.Rahman Tamin.

“Bukannya melaporkan Elfita Achtar dalam dugaan tindak pidana penggelapan sertifikat. Jika ditelaah secara komprehensif, dapat diketahui bahwa sebenarnya permasalahn ini muncul akibat adanya masalah internal dalam PT.Rahman Tamin itu sendiri,yaitu adanya komunikasi yang terputus antara likuidator selaku pihak yang mewakili PT.Rahman Tamin dengan para pemegang saham PT.Rahman Tamin (dalam  likuidasi),seharusnya masalah internal pada PT.Rahman Tamin diselesaikan terlebih dahulu,bukannya membawa-bawa Elfita Achtar selaku notaris yang hanya bersifat pasif dan hanya menuangkan keinginan para pihak dalam akta yang dibuatnya. Ini sama saja dengan melakukan kriminalisasi terhadap jabatan notaris yang merupakan pejabat publik,”tandasnya.

Kasus dugaan penggelapan sertifikat yang disematkan terhadap notaris Elfita Achtar,SH memang telah beberapa kali digelar di Pengadilan Negeri Kota Bukittinggi,namun jalannya persidangan itu sendiri memunculkan praduga kurang sedap ,terutama terkait dugaan penggelapan yang disematkan atas diri Elfita dalam persidangan.

Bila merujuk Pasal 50 KUHP,Elfita Achtar,SH  tidak bisa dipidanakan karena sedang menjalankan tugas profesi berdasarkan Undang-undang,dalam hal ini UU Jabatan Notaris.”Sehingga pasal 50 KUHP,notaris menjalankan perintah Undang-undang seharusnya tidak dipidana,”kata pengamat kebijakan publik Hisnaini Zulkarnain,SH,MH,S.sos.

Akankah kasus notaris Elfita Achtar,SH bergulir seperti yang dialami notaris  Theresia Pontoh yang berujung  aksi unjuk rasa di gedung MA  dan Istana Negara oleh ratusan notaris atau Pejabat pembuat Akta Tanah (PPAT),pada 30 Oktober 2014 lalu? Entahlah,hanya mereka dan Tuhan yang tahu. (samar)

 

 

 

 

 

sam

No comment

Leave a Response