Kasus Gedung Cawang Kencana Ibarat Melawan Arogansi Penguasa Lokal

 

Matamatanews.com, JAKARTA---Tampaknya kasus sengketa kepemilikan tanah yang di atasnya berdiri gedung Cawang Kencana di Jalan Mayjen Sutoyo Kav.22 Jakarta Timur tak akan kunjung reda. Yayasan Citra Handadari Utama (YCH) yang merasa memiliki hak pakai  dan kepemilikan  gedung tampaknya terus mempertahankan lahan tersebut meski pihak Kemensos tetap mengklaim sebagai lahan miliknya.

Asmaizulfi yang akrab dipanggil Fifi ,istri Mayjen (Purn) Moerwanto Soeprapto, Ketua Yayasan Citra Handadari Utama (YCHU) menyatakan akan tetap mempertahankan tanah yang diklaim masih menjadi  suaminya itu meski dirinya harus berhadapan dan berbenturan dengan berbagai pihak yang mencoba mengalihkan persoalan perdata menjadi pidana. Diceritakan Fifi, proses serah terima dengan selembar surat tanpa saksi dari YCHU ke Kementerian Sosial yang pernah dilakukan suaminya tidak memiliki dasar hukum yang kuat, sehingga YCHU yang memiliki sertifikat hak guna pakai merasa masih punya hak atas tanah dan bangunan Gedung Cawang Kencana di Jalan Mayjen Sutoyo Kav.22  Jakarta Timur itu.

Gedung Cawang Kencana yang berdiri di atas lahan 7.902 meter persegi awalnya dimiliki Yayasan Dana Bhakti Kesejahteraan Sosial (YDBKS/Pokas) melalui Keputusan Mensos No.34/Huk/1986. Setelah yayasan bubar, Kementerian Sosial yang membina yayasan tersebut mengambil alih pengelolaan. Terbitnya sertifikat hak pakai No.158 atas nama Yayasan Citra Handadari Utama (YCHU) memberi amanat yayasan untuk mengelola lahan tersebut dengan membangun gedung di lokasi tersebut.

Pengamat dunia Islam dan pegiat bisnis untuk kawasan Timur Tengah dan Eropa , Imbang Jaya yang dimintai pendapat terkait kasus Gedung Cawang Kencana tersebut mengatakan, bahwa kasus Cawang Kencana merupakan potret buram dari sistem penegakan hukum yang ada.

“ Seharusnya seluruh bukti dan para saksi yang mengetahui secara detil perkara ini di dengar dan dijadikan barang bukti di pengadilan, bukan sebaliknya di abaikan.  Apapun temuan dan bukti yang terkait dengan kasus ini seyogyanya dijadikan acuan dalam persidangan sehingga kesan adanya pesanan dalam perkara Gedung Cawang Kencana dalam persidangan oleh oknum tertentu tidak menjadi isu liar dimasyarakat terutama keluarga korban,” kata Imbang Jaya yang juga menjabat sebagai Ketua Lembaga Ekonomi Islam (LEI) kepada Matamatanews.com, Sabtu (22/12/2018) pagi tadi di Jakarta.

Kasus gedung Cawang Kencana kata Imbang merupakan potret buram dari sekian kasus yang ada di negeri ini yang penanganannya terkesan tidak profesional dan menyisakan duka,terutama Mayjen (Purn) Moerwanto Soeprapto yang kini nasibnya masih di dalam sel Suka Miskin Bandung,Jawa Barat. Seorang purnawirawan jenderal dan dikenal sebagai pejuang TNI Angkatan Darat yang selama hidupnya mengabdi untuk negara sudah seharusnya negara memberikan perlindungan hukum, baik moril maupun materil.

“Sudah menjadi kewajiban negara untuk memberikan pelayanan bantuan hukum, apapun bentuknya, baik itu moril maupun materil ,bukan sebaliknya berlepas tangan dan membiarkan beliau menghabiskan sisa hidupnya di dalam tahanan, itu terlalu. Kasus Cawang Kencana ini terlalu seksi ,karena di dalamnya terdapat aset dan nilai serta nominal yang cukup besar yang bisa dibagikan ke berbagai pihak yang memiliki kepentingan , sehingga bau praktik kecurangan dan dugaan kriminalisasi terhadap ketua yayasan berkembang bebas diluar. Padaha kriminalisasi itu butuh bukti dan baru dugaan, tapi karena kasus gedung Cawang Kencana ini tidak dikemas secara transparan oleh pihak-pihak yanag berkepentingan, maka berkembanglah dugaan dan isu-isu tak bertanggungjawab yang menyatakan bahwa kasus Cawang Kencana penuh rekayasa dan pesanan. Dan untuk menampik isu dan dugaan itu , memang sebaiknya seluruh bukti dan saksi-saksi yang mengetahui secara runut kasus ini dimintai keterangan ulang, bahkan  bila perlu gelar perkara secara terbuka dan maraton dihadapan publik agar semuanya clear,” jelas Imbang, dengan nada serius.

Seperti diketahui, Mayjen (Purn) Moerwanto Soeprapto selain ketua YCHU ia juga pernah menjabat sebagai Sekjen Departemen Sosial yang akhirnya harus mendekam  selama 4 tahun penjara di Sukamiskin Bandung, Jawa Barat karena dituduh  telah melakukan pengalihan pengelolaan gedung Cawang Kencana ke yayasan yang dipimpinnya. Kasus gedung Cawang Kencana ini tampaknya semakin pelik dan rumit karena pihak Kemensos sendiri seakan tidak menginginkan Moerwanto menang dalam kasus tersebut di pengadilan.

“Kami siap gelar perkara terbuka di gedung ini, agar seluruh masyarakat tahu kebenarannya. Jika memang yayasan ini milik Kemensos perlihatkan buktinya. Intinya mereka iningin kami kalah!” tegas Fifi kepada Matamatanews.com dibilangan Grand Terrace Taman Mini Indonesia Indah, Jum’at (21/12/2018) kemarin.

Fifi menambahkan bahwa dalam kasus gedung Cawang Kencana seakan ada konspirasi besar di dalamnya  sehingga kasus tersebut berjalan ditempat dan terkesan bertele-tele. “Saya tidak bisa menjelaskan secara mendetil disini, apakah instansi pemerintah terlibat atau tidak dalam konspirasi ini, pertama pengalihan hak tanah hanya berdasarkan berita acara yang hanya di tanda tangani oleh ketua Yayasan dan Sekjen Depsos. Sementara kita sama-sama tahu UU bahwa Agraria (BPN) pengalihan hak itu ada tiga unsur,yaitu ganti rugi, jual beli, dan hibah dan itupun harus di ikat dengan akte. Ini adalah kejahatan. Selain itu dalam perkara Pidsusnya pak Moerwanto, bukti2 kebenarannya tidak dimasukkan dalam persidangan, seperti hasil audit BPK bangunan bukan milik Depsos, BNBP tahun 2001,2007, dan 20012 gedung Cawang Kencana tidak tercatat sebagai BNBP nya Depsos Jadi kerugian negara itu diambil dari hasil BPKP, jadi pertanyaan saya apakah kementerian di audit BPKP atau BPK?” tandas, Fifi mengakhiri keterangannya.

Akankah gedung Cawang Kencana tetap dikuasai Kemensos meski proses hukum berupa perlawanan hukum masih berjalan? Atau sebaliknya berujungnya negosiasi antar pihak? Entahlah, yang jelas  seorang Asmaizulfi  alias Fifi, istri dari Mayjen (Purn) Moerwanto Soeprapto  Ketua Yayasan Citra Handadari Utama (YCHU)  tengah mencari keadilan meski tanpa bantuan dan perhatian sedikitpun dari para wakil rakyat di DPR, apalagi pemerintah. (cam)

 

sam

No comment

Leave a Response