Perpanjangan Darurat Militer Ditolak Uskup Marawi

 

Matamatanews.com,MARAWI— Presiden Filipina Rodrigo Duterte telah meminta Kongres untuk memperpanjang status darurat militer di Mindanao sampai akhir tahun ini. Duterte mengakui lewat suratnya kepada pemimpin Kongres bahwa pemberontakan di Marawi tidak akan padam sepenuhnya pada 22 Juli 2017 saat status darurat militer berakhir.

Terkait hal itu, Uskup Marawi Edwin de la Pena menentang perpanjangan militer tersebut. Dia menegaskan tidak ada kebutuhan untuk memperpanjang 60 hari darurat militer di Mindanao yang berlaku sejak 23 Mei lalu.

“Deklarasi darurat militer pertama masih baik-baik saja, tapi jika mereka ingin menggunakan Marawi lagi untuk membenarkan perpanjangan, saya tidak berpikir itu benar,” kata De la Pena dalam pernyataan di situs layanan media resmi Katolik, CBCP, Selasa (18/7).

“Dengan semua sumber daya di bawah komando mereka, pemerintah bisa menyelesaikan krisis sekarang bahkan tanpa perpanjangan darurat militer,” tambah de la Pena.

Permintaan Duterte pada dasarnya merupakan pengakuan bahwa perlawanan terhadap milisi Negara Islam di Irak dan Suriah (ISIS) di Marawi tidak akan berakhir dalam hitungan hari, sebagaimana janjinya pekan lalu. Juru bicara presiden, Ernesto Abella, mengatakan Duterte telah meminta Kongres, yang didominasi para sekutunya, untuk mempertimbangkan kemungkinan perluasan atas dekrit darurat militer.

Dalam surat kepada para pemimpin Senat dan DPR, Duterte mengaku mendapat dukungan dari menteri pertahanan sekaligus pelaksana darurat militernya, Delfin Lorenzana, bersama para pimpinan angkatan bersenjata dan kepolisian nasional dengan dalih kepentingan keamanan masyarakat.

Uskup De la Pena mengatakan konflik bersenjata saat ini telah membuat para penduduk mengungsi dan memengaruhi bisnis lokal di Marawi dan Iligan, serta wilayah sekitarnya. “Mereka menjadikan Marawi sebagai pembenaran untuk darurat militer, tapi pemerintah tidak bisa mengakhiri perang dalam 60 hari. Itu mengirimkan sinyal buruk,” kata De la Pena.

Konferensi Para Uskup Katolik Filipina sebelumnya mengakui kebutuhan darurat militer, namun menegaskan hal tersebut harus bersifat sementara. Para uskup juga mengutuk kekerasan kelompok ekstremis Maute yang bertentangan dengan prinsip-prinsip dasar Islam dengan menculik dan menyandera, membuat cacat, serta membunuh orang-orang tidak berdosa. Mereka juga menyuarakan keraguan bahwa penerapan darurat militer dan perpanjangannya akan membawa perdamaian bagi Marawi. [icam/SP/GMA News Online/NY Times/C-5]

 

sam

No comment

Leave a Response