Matamatanews.com, BANTUL - Pada hari Jumat (30/6/2023) sekitar pukul 20.00, anggota WAG dari berbagai kota ramai membicarakan tentang terjadinya "gempa" di kotanya masing-masing. Salah satu anggota WAG asal Banjarnegara yakni alumni FISIP Unsoed angkatan 1986 Dra.Yulinah Pramukawati atau akrab disapa Yuli mengatakan bahwa saat dirinya tengah duduk-duduk, mendadak terasa ada goyangan dan suara yang berasal dari atap rumah. Sontak, Yuli langsung membopong anaknya yang tengah tertidur pulas bergegas keluar dari dalam rumah.
"Di luar rumah beberapa orang juga terkaget kaget," ujar Yuli kepada Humas Pengurus Pusat KAUnsoed (Keluarga Alumni Unsoed) Ir.Alief Einstein,M.Hum.
Sementara, Dosen Fakultas Teknik Unsoed, Jurusan Teknik Geologi Dr.Ir.Asmoro Widagdo,ST.,MT.,IPM. memaparkan bahwa gempa berskala 6,4 yang terjadi pada hari Jum'at 30 Juni 2023 itu bukanlah hal yang mengejutkan terjadi di Bantul.
Pusat gempa menurutnya, berada di 86 kilometer arah barat daya Bantul, DI Yogyakarta. Gempa tersebut memiliki kedalaman 25 kilometer bahkan dirasakan sampai di daerah Demak, pantai utara Jawa.
Asmoro yang juga anggota Pengkaji Gempa dan Tsunami dari IAGI (Ikatan Ahli Geologi Indonesia) ini mengatakan bahwa Bantul, seperti halnya sepanjang selatan Pulau Jawa lainnya, merupakan daerah yang rawan terjadi gempa bumi. Hal ini terkait dengan lokasinya yang memang berada di jalur gempa akibat penunjaman batuan lempeng samudera Hindia di bawah Pulau Jawa.
Dikatakan, Bantul dan sekitarnya memang merupakan kawasan dengan tektonik yang sangat aktif. Setidaknya terdapat 3 sumber patahan yang dapat dikenali. Pertama, patahan-patahan naik bawah laut hasil penunjaman lempeng Samudera Hindia di bawah Jawa menciptakan ancaman gempa besar yang dapat terjadi sewaktu-waktu.
Kedua, jalur keterusan patahan Opak ke arah laut di selatan Jawa. Ketiga, di sebelah barat terdapat patahan Kulonprogo dari darat ke arah laut juga menciptakan ancaman gempa.
"Melihat kemungkinan skala gempa dan konstelasi patahannya, ketiga jalur patahan ini memberikan kemungkinan akan terjadinya pembentukan tsunami apabila terjadi di bawah laut," ungkap Asmoro Widagdo.
Dijelaskannya, bahwa jalur-jalur gempa lepas pantai selatan Pulau Jawa perlu dipelajari. Jalur-jalur ini sebagian menerus hingga ke darat, yang dapat digunakan sebagai sarana mempelajari karakter jalur patahan bawah laut di selatan.
"Patahan-patahan geser Kulonprogo-Demak sebagai patahan geser kiri yang berarah timurlaut menerus hingga ke selatan Pulau Jawa. Patahan ini menciptakan zona-zona graben yang memungkinkan gangguan volume air laut bila bergerak. Demikian pula patahan Opak di sebelat timur Bantul, yang menerus hingga ke laut selatan. Kajian terhadap kedua patahan pengapit daerah Yogyakarta, Bantul dan Kulonprogo ini perlu mendapat perhatian," terangnya.
Dr.Ir.Asmoro Widagdo,ST.,MT.,IPM. menambahkan bahwa edukasi terhadap masyarakat akan ancaman patahan-patahan ini perlu dilakukan. Upaya mengakrabkan masyarakat dengan berbagai ancaman terutama gempa bumi perlu ditanamkan semenjak pendidikan dasar.
"Masyarakat perlu menghadapi bencana gempa dan bencana lainnya secara proporsional. Dengan demikian langkah-langkah tepat dalam mitigasi bencana gempa dapat dilakukan secara optimal," pungkasnya. (hen)
No comment